Kamis, 21 Juli 2011

Pagi ini, Botchan setelah bangun nggak mau turun ke bawah. Ditanya mau sarapan apa nggak mau, “di atas ajah”. Okayyy.. trus dia langsung ke ruangan tempat Mama menyimpan mainan & media untuk homeschooling dan minta dibukakan container isi puzzle2. “Mau main ini Mama!”… “Botchan mau ini!” sambil berusaha buka tutupnya. “Gimana bukanya??” sambil melihat ke Mama dengan bingung. Okay, that’s good.. alhamdulillah udah terbiasa mendengar Botchan mengucapkan kalimat2 yg lebih terstruktur dan pakai kata2 tanya… misalnya, “ini apa, dari mana, dari siapa, (cara ____  ) gimana, mau ke mana, rasanya apa, kenapa” dan beberapa kata2 tanya yang lain. Semoga Mama bisa menjaga supaya your curiousity tetap hidup yah… we want you to be a life-long learner who has a passion for learning, insyaAllah 🙂

Kembali ke soal puzzle, setelah dibukakan tutup container-nya, Botchan langsung milih2 puzzle. Pertama dia pilih puzzle yg 25 atau lebih pieces, untung bisa dibujuk dengan puzzle 9-piece dari Kumon bergambar Koala. (yes, hasil flea market juga, alhamdulillah). Botchan belum ngerti tentang cara main jigsaw puzzle– selama ini baru dikasih puzzle kayu yg tinggal mencocokkan bentuk2nya saja. Jadilah dia mengernyitkan dahi (yg lucu sekali lhoo by the way :)) dan dibantu Mama. I taught him about the corners, kalau ngerjain puzzle cari sudut2nya dulu. Trus dicoba untuk menyamakan gambar di jigsaw dengan gambar di kotak puzzle. Dia belum terlalu ngeh tapi nurut aja hahaha 🙂 Yg menarik buat dia malah memasangkan jigsaw satu dengan yg lainnya, jigsaw pieces-nya udah dikasih Mama, Botchan tinggal cari tahu bagaimana cara memasangkan saja. Okay, good enough for now 🙂
Setelah jigsaw Koala, Botchan milih jigsaw dengan tema berhitung, dulu beli di 100 yen shop Fuji Palty, 1 plastik isi 2 puzzle (bukan main girangnya Mama dulu waktu beli ini! biarin mainan dari 100 yen shop, yg pentung kualitas bagus dan edukatif!). Nah yang ini agak lebih mudah dimengerti Botchan karena ada alas jigsawnya dengan gambar2 di frame alas itu, jadi lebih mudah untuk Botchan “ngeh” mana jigsaw yg cocok dengan gambar2 di pinggiran2nya. Masih dibantu sih tapi dia mulai bisa menanggapi ketika Mama bilang “Botchan, ini gambar apa ya kira2?” “Uhmm, gambar gajah kali..” “Coba cari mana ya potongan yg ada gambar gajahnya juga…?” Dan karena puzzle untuk pemula yg ukurannya besar2 dengan ciri2 gambar yg mudah & jelas, jadi nggak terlalu sulit untuk Botchan menemukan potongan2 gambar yg dicari. 2 puzzle selesai dikerjakan sama2 Mama, yayy!

Life skills learned today:

  • merapikan mainan!! Nah yg satu ini Botchan ngerti kalau disuruh, tapi suka ogah2an. Tapi mungkin karena di playgroup kemarin diajarkan hal yg sama oleh ibu guru, mungkin hal ini jadi penguatan niat buat Botchan hahahaa 😀 Setelah main puzzle semuanya dirapikan kembali tanpa perlawanan. Wow! Good job, buddy! Keep it up yaa 😉
  • pergi ke pasar! Nah kalau yg satu ini hanya bisa dilakukan kalau Papa pas lagi ada waktu sore2 untuk nganter Mama pergi ke pasar induk di Warung Jambu, kira2 10 menit naik mobil dari rumah. Naik angkot juga bisa sih, tapi pulangnya muter2 angkotnya.. udah gitu agak repot kalau ke pasar sendirian sama Botchan krn harus digendong terus.
    Di pasar, Botchan bisa lihat banyak sekali sayuran, buah, dan produk2 segar lainnya. Semoga tambahan vocabulary tentang bahan makanan ini bisa berguna, menambah minat untuk bidang kuliner (siapa tau one day you’ll be a great chef, hehehe), dan mengajarkan asal-muasal makanan yg ada di meja.

Book of the day: hari ini Papa dinas ke Jakarta, jadi bisa pulang lebih cepat. Setelah pergi ke pasar, Papa ngajak ke toko buku. Yayyy, alhamdulillah.. udah lama sekali nggak beli buku yah 😉 Di sana Botchan dibelikan buku Thomas yg ada sticker2nya, jadi semacam pre-reader gitu. Yah sekarang masih lebih tertarik dengan stiker2nya tapi insyaAllah later on you can learn to read this book by yourself 🙂

Rabu, 20 Juli 2011

Hari ini baru benar-benar masuk ke kelas masing2 di playgroupnya Botchan. Tahun ini, Botchan masuk kelas Blue, tingkatan yg paling kecil, isinya dari umur 2-3 tahun. Botchan sekelas dengan 9 anak2 lainnya, total 10 orang. Laki2nya ada 6, perempuannya 4. Paling kecil ada yg umur 2 tahun ada 2 orang, sisanya nggak jauh beda dengan Botchan.

Pagi2 Botchan datang langsung ke depan kelasnya untuk menggantungkan tas dan dikasih name tag berbentuk domba, lucuuu hihihi… Name tag masing kelas beda2, jadi nanti kelihatan anak mana masuk ke kelas yg mana.. at least untuk awal2 tahun ajaran baru ini. Setelah naruh tas, Botchan sama Mama ke aula untuk main.. awalnya Botchan mencoba main dengan see-saw kecil dari bahan fiber (L*ttleT*kes atau sejenisnya), pertama kali lhoo Mama lihat Botchan main ini! Setelah bosan, Botchan mendorong2 trolley belanja (dari bahan fiber juga) dan mulai main dengan Bu Guru. Oh ya, nama gurunya Botchan itu Ibu Donna dan asistennya Bu Herni.. yoroshiku ne! Mulai deh sedikit2 main sendiri, sekali2 lihat Mama lalu main lagi.

Setelah waktu masuk kelas, Botchan masih minta ditemenin Mama dalam kelas, tapi udah mau duduk sendiri. Mama cukup duduk di pojokan blkg kelas yaa! Kegiatan di kelas diawali dgn berdoa (Botchan angkat kedua tangan lhoo) lalu greeting & nyanyian rutin kelas. Botchan blm hafal tapi ikut gedor2 tangan di atas meja hahaha 😀

Abis nyanyi2, anak2 boleh main dengan mainan apapun di dalam kelas. Ceritanya masih masa adaptasi niih hahaha 🙂 Botchan main dengan shape-sorter.. main dekat Bu Donna.. dan udah mulai ngajak Bu Donna ngobrol. Mama lihat, Botchan main shape-sorternya jago juga yah 🙂 Dan kok shape-sorternya mirip punya kakak Fee-chan di Matsuyama yah? hehehe ;p

Setelah main shape sorter, Botchan main puzzle dari kayu.. dan mulai rebutan dengan temannya si E. Wah, Mama seneng nih.. bukan seneng karena rebutannya, tapi karena kemarin Ibu Kepala Sekolah bilang kalau salah satu tanda adaptasi adalah kalau si anak mulai berani merebut mainan. Or at least, mempertahankan mainan yg sedang dia mainkan, hehehe ;p Botchan juga sempat main dengan truk2 besar dan masih ngobrol2 dengan Bu Donna.. yayy! Di akhir waktu main, Botchan mau disuruh merapikan mainannya dan ditaruh di tempatnya semula —- that’s a great improvement! Selama ini dia masih mood2an kalau disuruh beres2 mainannya hehehe ;p

Abis itu cuci tangan dan snack time. “Buah melon” snack untuk hari itu, dan Botchan dengan sukses cerita ke Papa & orang2 lain yg nanya tentang snack hari itu hahaha ;D Setelah playgroup selesai, Pak Apang baru jemput jam 10, jadi Mama & Botchan sempet main2 dulu di playground. Botchan dah mau naik ayunan lagi, kali ini didorongnya lebih pelan jadi nggak takut hehehe 😉 Trus Botchan juga main jungkat-jungkit dengan Lintang, temannya waktu trial, skrg masuk kelas Yellow (umur 3-4 thn). Semoga dengan Botchan main2 di playground nanti bisa lebih cepat beradaptasi di sekolah yaa 🙂

Selasa, 19 Juli 2011

Hari ini bukan hari Botchan ke sekolah, jadi bangun pagi langsung main sama Mama. Tanpa menunda lagi, Mama mau langsung mulai ah “homeschooling” Botchan 🙂 Bismillah.. daripada nunggu2, mendingan langsung mulai..  nanti diatur2 along the way 🙂 Toh sebenarnya homeschooling untuk usia Botchan ini nggak jauh beda dengan playgroup, sama2 structured play & activities. Hanya nggak ada teman2 yg lain kalau di rumah. Paling sosialisasinya dengan jalan2 di sekitar rumah & menyapa tetangga. Sayang nggak ada teman sebaya yg tinggal dekat rumah, but no worries, insyaAllah kalau udah lebih besar nanti kan bisa cari teman2 lebih banyak dan playdate2 juga dengan teman2 Mama & anak2nya 🙂 Memang kalau homeschool itu, mamanya harus rajin!! Bener2 ganbatte nyiapin aktivitas & dokumentasi hasilnya. Daripada diniatkan rajin terus, mending langsung mulai aja, mau nggak mau harus rajin deh hahaha 😉 Bismillah, homeschooling kamu dimulai ya Nak… at least setiap hari harus ada hal baru yg dipelajari, kalau libur sekolah at least ada 1 kegiatan yg terstruktur. Semoga Allah memudahkan ya.. aamiin 🙂

Anyways, kegiatan hari ini Botchan pilih sendiri: main2 dengan sejenis tangram dari kayu, Lorenz Combino 1, yg dulu alhamdulillah bawa dari Matsuyama. Botchan hampir sempurna mengenal warna primer, hanya biru & hijau yg masih suka tertukar. Warna2 yg lain spt pink, ungu, dkk juga udah sering ditunjuk, hanya tangram kayu kemarin terdiri dari warna2 primer aja jadi latihannya itu. Selain itu, Botchan masih latihan tentang nama2 bentuk geometri dasar: lingkaran, persegi, persegi panjang. Udah ngerti tapi masih suka kebalik2. Ada juga pengenalan bentuk baru: wajik & setengah lingkaran. Terus juga tentang ukuran besar-kecil. Dan semuanya digabung jadi satu, misalnya lingkaran merah besar… now that’s a long concept 🙂 Botchan udah ngerti bahwa dia harus mencocokkan bentuk kayunya dengan bentuk bayangan yg ada di atas karton gambarnya.. tapi dia sesekali kesal (frustrasi) karena kemampuan motorik halusnya untuk menaruh kayu persis dalam bayang2 bentuknya masih belum mahir, geser2 dikiit.. which is totally okay, but he wants it perfect. Oh boy. But it’s a process and that’s what’s important 🙂

Setelah bosan main tangram, Botchan main lego Duplo-nya. Lama nggak main, dia kesenengan dan menumpahkan SEMUA baloknya ke lantai. Hmmph. Trus dia buat menara tinggi dan belajar tentang balancing: ketika menara sudah tinggi, memasang lego harus hati2, nggak bisa asal tekan karena nantinya akan mematahkan menara itu. Diajarin deh sama Mama cara menopang menara dengan salah satu tangan sementara tangan yg satu memasang lego dgn pelan2. He’s getting the hang of it, alhamdulillah 🙂

Book of the day is: 1000 first words with Disney. Hari ini Bude Lupi datang untuk menginap, jadi Bude baca2 buku ini dengan Botchan 😉

Life-skills of the day: Botchan belajar memeras jeruk! Mama mau membuatkan es jeruk untuk semuanya, trus Botchan kemarin udah nonton Papa memeras jeruk.. sekarang udah mau memeras sendiri 😉 Udah ngerti cara memeras jeruk: ditekan lalu diputar di atas alat pemeras. Tapi tenaga & kemampuan memutar benda belum cukup, jadi diteruskan sama Mama deh 🙂

Beberapa hari nggak nulis, banyak nih yang mau diceritakan…

Senin, 18 Juli 2011

Hari itu pertama kali masuk playgroup di Rumah Kita, ada Reception Day atau penerimaan murid baru. Orang tua2 diundang dan semua berkumpul di aula untuk acaranya. Meriah sekali, ada anak2 lama dan anak2 baru, ada yg udah langsung main2 di aula, ada juga yg menangis krn takut melihat banyak wajah baru. Di bagian depan aula ada area main anak2 dengan para guru beserta beberapa “quiet toys” to keep the kids’ attention spt puzzle, buku, dkk. Trus masing2 orang tua mendapat buku “panduan” tentang Rumah Kita: nama & telp guru2, kurikulum, rules, sampai lagu2 sekolah.
Alhamdulillah Papa hari ini bisa izin dari kantor, jadi bisa nemenin Botchan ke “sekolah” barunya 🙂 Begitu masuk sekolah, Botchan “nempel” sama Mama-Papa karena dia termasuk anak yg agak takut kalau lihat orang banyak yg dia gak kenal. Tapi takut2 begitu masih mau cium tangan Ibu2 guru di sekolah hehehe 😀 Jadinya Mama nemenin Botchan duduk di tepi area main sambil Botchan mulai main puzzle dan balok. Papa deh yg duduk di kursi ngikutin acara perkenalan. Lagu2 sekolah juga dinyanyikan semua 🙂 Setelah acara penerimaan selesai, ada snack untuk semuanya.. trus Botchan main dulu di playground sama Mama & Papa. Main ayunan (jadi takut krn Papa dorongnya terlalu keras) sama perosotan.. trus nyoba naik ke benteng2an dari kayu dan Botchan masih takut untuk menyebrangi jembatan gantung yg dari kayu gitu, jadi nyebrangnya sambil jalan jongkok dan pegangan tali & tangan Mama hehehe 🙂 Ganbatte Botchan, soon you’ll be racing across those bridges 😉

Bogor, Jul8 18, 2011. 6.19AM

In 10 minutes, Mama’s going to wake you up gently, my baby boy. Err, or maybe it should be “Big Boy”? Hehehe… I’m so excited to watch you grow up, Botchan! Although I miss the times when you were still just a small spec in my tummy, I know that growing up is inevitable, and as a good Mom I know that I should be as supportive of your new phases in life… like this one!

Actually, may be the first “first” day of “school” would be that day when Mama & Papa put you into hoikuen (daycare) a few times a week… I remember our nervousness on that day and how I cried a little bit when I arrived to a very quiet apartment (you know, I get used to hearing you all the time, little buddy!). And today… I still feel the same pitter-patter.. but maybe in a more calm way. I hope today will go smoothly, buddy!

Semalam setelah Papa pulang kantor, ada pembicaraan lucu antara Papa & Botchan.

Papa: Botchan cium Papa dong… (sambil nunjuk ke pipi)

Botchan: nggak mau, ada jenggotnya.. di sini ajah (trus mencium Papanya di jidatnya yg botak itu hahaha)..

 

Botchan emang mungkin dasarnya anak cowok, kadang2 suka nggak mau kalau disuruh cium. Kalau moodnya lagi ceria banget dan kita sambil main2, biasanya dia mau cium kita. Tapi kalau lagi biasa2 aja mah boro-boro… yg keluar kata2 “nggak mau…”. Tapi lucunya, kalau Papanya minta cium, kadang Botchan bilang “nggak mau ah.. Mama aja…” trus Mama dicium dehh hehehehe..

 

Speaking of conversations, Botchan bbrp hari ini sudah mulai menambahkan akhiran “ah!”.. misalnya, “mau nonton kartun, ah!”.. “mau minum jus, ah!”..

Trus karena bbrp hari kemarin Mama sibuk buat marshmallows pesanan teman2 Mama dan Bude Lupi, jadinya Botchan lebih clingy dan nggak mau lepas setiap kali Mama lagi free. Hehehe… gomen ne, sayang.. insyaAllah besok2 lebih baik ya pengaturan waktunya.. Love you so much!

It’s July already! Lama nggak menulis ya…

Botchan is growing up so quickly! Alhamdulillah sekarang sudah ceriwis sekali.. a very cute chatterbox, indeed 😉 Botchan sudah mulai bisa cerita lebih banyak, walaupun kadang2 kalimatnya di tengah2 tau2 nyambung ke manaaa gitu hahaha 🙂 Awalnya cerita soal pergi ke bengkel sama Papa, misalnya, trus tau2 loncat cerita soal pergi ngasih makan ikan ke “jungle” (alias resto Rumah Air yg banyak ikannya itu). Masih mending kalau jelas, kadang mulai lagi dengan incoherent speech dengan random syllables-nya hahaha 🙂

Untuk vocabulary, Botchan semakin lengkap kalau bertanya. Lengkap dengan kata “apa?”, “kayak apa”, “dari?”, trus baru2 ini keluar pula kata2 “kenapa?” dan ketika Mama nanya ke Botchan sesuatu, sudah mulai menyebut kata “karena…”… mulai mengerti sebab-akibat. Misalnya kalau dihadapkan pada percakapan begini:

Botchan:”gatel…”

Mama: “kenapa gatel?”

Botchan: “digigit nyamuk”. —- Walaupun seringnya dia nggak ada gigitan nyamuk sama sekali, hahaha!

Oh ya, kemampuan bahasa eskpresif-nya juga udah semakin lengkap dengan penggunaan intonasi “wow” dan “oh!” dengan mimik muka yang menunjukkan bahwa dia “kagum” dengan “penemuan barunya”.

Mama & Papa selalu senang dengar si Botchan celoteh dan nyanyi. Apalagi kalau nyanyiannya dibuat sendiri, pakai melodi lagu lain tapi kata2nya diganti (kadang nggak jelas juga nyanyi apa), trus di akhir “lagu”, Mama selalu nanya judul lagunya apa dan Botchan akan buat judul sendiri. Never fails to make me laugh & smile, little buddy 🙂 Mama paling geli kalau dengar lagu “Gigit nyamuk” hahaha.. kira2 begini: (melodi lagu “Topi saya bundar”)

Mama gigit nyamuk

Papa gigit nyamuk

Encho gigit nyamuk

Semua gigit nyamuk

Setiap kali habis nyanyi pasti Botchan bergelak-tawa yg khas.. dengan lirikan mata yang charming pula. Kalau kata Papa, Botchan emang bocahnya “nge-dagel” alias bikin ketawa/gemes orang2 yg melihatnya. Alhamdulillah Nak, yang penting kamu jadi anak soleh yg menyejukkan hati & pandangan orang tua, keluarga, dan semuanya ya… aamiin 🙂

Botchan…

Kamu bener2 tumbuh dengan cepat ya? Sekarang Botchan udah semakin pintar ngomongnya, udah mulai pakai tambahan kata “apa” dan “siapa”. Jadi kalau nanya, “ini apa? itu siapa?” Terus kalau dikasih penjelasan, ditambahin lagi pakai kata “apa?”, misalnya “ini apa? Ini badak. Badak apa?” Nah Botchan baru berhenti nanya kalau dikasih penjelasan yang agak lengkap. Berhenti nanya karena udah puas dengan jawabannya atau karena belum ngerti penjelasannya ya? Hehehe…

Terus akhir2 ini udah bisa menatap mesra ke Mama. Kalau merasa belum dapet perhatian full dari Mama, Botchan will cup my cheeks and look me straight in the eye while repeating what he was saying before. What a way to get my attention, buddy 🙂

Dan kalau ditatap mesra begitu, Mama hanya bisa bersyukur, alhamdulillah sekali bisa menghabiskan tiap hari sama Botchan, being a full-time mom. My other passions in life can wait or can be pursued on the side, but your childhood and these precious moments can’t. Love you sooo much!! xoxoxo

Sejak hari Rabu kemarin, Botchan alhamdulillah sukses trial di 2 playgroup yang berbeda. Sebenernya pilihannya ya tinggal 2, tapi mau lihat lebih berat mana. Berhubung dulunya bergelut di bidang ini dengan pengalaman di 2 sekolah di 2 negara yg berbeda, jadilah aku termasuk yg rada cerewet soal milih playgroup– itu kata suami dan mamaku, hahaha ;D Jadi setiap survey sekolah, aku pertanyaannya rinci dan beragam, matanya jelalatan ke mana2, sampai2 ada yg udah curiga kalau saya dulu pernah menjadi guru ;p Boleh juga nih ngelamar jadi school critic, ada profesinya gak ya? Hahaha ;D

Sebenernya kalau Botchan di deket rumah ada temen2 seusianya, I wouldn’t mind waiting sampai dia umur 3 thn sebelum masukin dia ke kolam ikan yg lebih besar ;p Tapi karena sepi2, it’s time he make new friends dan menyadari klo ada banyak ikan2 lain di luar kolam kecil nan nyaman bernama rumah.

Atas permintaan bbrp teman, saya share kriteria saya scr garis besar dalam memilih playgroup untuk Botchan. Setiap keluarga memang ada pertimbangan masing2, I’ll just share ours, feel free to adapt krn setiap anak berbeda dan yg paling mengenal kebutuhan anaknya adalah orang tuanya sendiri, sesuai dengan values & prioritas masing2 keluarga.Tentu setiap orang tua ingin mencari sekolah yg “bagus” untuk anak2nya. “Bagus”? Itu predikat yg subyektif sekali. Keluarga kami mengkaitkan kirteria “bagus” dengan mempertimbangkan kombinasi antara fasilitas sekolah, kurikulum & metode pembelajaran, tingkat pendidikan guru2nya, dan “output” siswa2nya. Dan buat keluarga kami ada juga faktor keamanan si anak di sekolah itu, gimanapun juga preventing is better 🙂 Selain itu ada juga faktor keadaan keluarga: budget yg affordable serta lokasi.

* harga: jujur aja, kami nggak percaya anggapan bahwa pendidikan yg mahal menjamin bahwa dia sebagus harganya.  Soal budget, kami nggak berminat membayar biaya yg terlalu mahal untuk sebuah pendidikan kalau masih ada alternatif lain yg relatif lebih cost-friendly dengan kualitas yg sebanding. Memang, nggak ada pendidikan yg gratis, tapi bagi kami yg penting biaya itu sewajarnya, bukan yg ridiculously expensive. Toh, for us, pendidikan anak ya nggak hanya di “sekolah” aja, melainkan yg utama ya dari rumah. Jadi sekolah untuk mendukung pendidikan di rumah 🙂

* lokasi: Kami sengaja memfokuskan pencarian sekolah yg letaknya nggak jauh2 dan mudah dicapai. Jadi nggak kelamaan di jalan dan juga kalau2 harus ke sana pakai kendaraan umum juga gak ngerepotin. Belum lagi kalau Botchan telat bangun, you know kids, they take for-e-verr to be ready. And he’s still 2. Paling enak di Jepang yg punya region sekolah untuk tiap daerah perumahan, jadi ke sekolah bisa jalan kaki/naik sepeda dan anak2 yg ke sekolah itu juga tempat tinggalnya masih se-area, sehingga komunitasnya juga lebih erat.

* perbandingan guru & murid: nah yg ini nih aku paling cerewet. Kenapa? karena perbandingan guru dan murid ini penting selain untuk interaksi guru-siswa, juga untuk keamanan. Keamanan? Yes. Salah satu hal yg guru daycare Jepang ngasih tau aku adalah, untuk anak2 batita itu rasio yg ideal adalah 1:3 at the maximum walaupun pemerintah setempat menganjurkan rasio 1:2. Jadi, kalau (naudzubillahminzalik) terjadi sesuatu yg membutuhkan evakuasi anak2 dengan cepat, setiap guru bisa membawa 1 anak di masing2 tangannya. Rasio ini disesuaikan seiring dgn usia, jadi misalnya untuk kategori anak 4-5 thn udah bisa 1:6. Perlu ditekankan, IDEALNYA. Klo di sini nggak nemu yg ideal, well tinggal disesuaikan saja dgn faktor2 lainnya. O ya, rasio ini juga berguna untuk pengawasan anak.. kalau terlalu kecil perbandingan guru dgn muridnya, ketika main bebas di halaman atau field-trip lebih sulit mengawasinya. Soal pengawasan ini nih yg menjadi the cutting point for our family. Karena buat kami ini adalah ikhtiar untuk menjaga keamanan si kecil, dengan selalu berdoa kepada Allah Yang Maha Pelindung tentunya. Ini jugalah yg menjadi tanggung jawab yg paling berat ketika saya jadi guru.. karena mereka adalah anak2 orang tuanya, yg dititipkan kepada guru untuk dijaga dan dibimbing layaknya anak sendiri 🙂

* kurikulum, aktivitas, & metode pengajaran: nah ini nih yg sangat beragam. Setiap sekolah punya andalan masing2, dan itulah yg menjadi bargaining power mereka dan sumber kepusingan orang tua. Ada sekolah bilingual, English only, Bhs.Indonesia dgn sisipan English, atau full Bhs.Indonesia (yg ini agak jarang ya skrg? I wonder why?) — itu baru aspek bahasa. Ada yg menyebutkan diri mereka sebagai sekolah national plus, bertaraf internasional, internasional, sekolah alam, kindergarten, playgroup, kelompok bermain, preschool, halah.. seharusnya Diknas ada standarisasi istilah2 ini dan disosialisasikan kpd para orang tua, semacam glossary istilah pendidikan gitu 😉 Masih banyak istilah2 yg terdengar canggih yg dipakai oleh sekolah2, seperti kurikulum early childhood education (emang ada ya kurikulum yg khusus bernama ini??), pendidikan holistik, pendidikan karakter, macem2 dehhh… yg intinya adalah harus ditanyakan: ISINYA APA? Kegiatannya contohnya apa? Apa saja kegiatan si anak selama di sekolah, gimana jadwalnya, anak dibimbing dengan cara apa? Bisa jadi sekolah yg berbeda programnya pada dasarnya kegiatannya atau prinsip dasarnya serupa. It’s all about marketing, people 🙂 Oh ya, satu pertanyaan penting tapi sering bikin gelagapan guru: apa metode disiplin untuk anak? Because we all know kids. Kadangkala ada saat2 mereka ingin eksplorasi perbuatan yg mungkin saja kurang sopan, mengganggu yg lainnya, bahkan mungkin tidak aman bagi dirinya sendiri maupun teman2nya. Belum lagi kalau ada kejadian di rumah yg terbawa ke sekolah efeknya (based on past experiences, kadang justru sumber permasalahan yg dihadapi anak di sekolah itu dari rumah). Bagaimana si guru atau sekolah ini menghandle situasi2 seperti ini? Karena gimanapun juga anak perlu diajarkan batasan2 mengenai perilaku yg boleh & tidak boleh, dan sebaiknya diperjelas kepada orang tua supaya bisa disesuaikan dgn prinsip yg diterapkan di keluarga masing2.

* fasilitas: nah ini dia.. sekarang banyak sekali sekolah2 yg nawarin macem2 fasilitas buat siswanya.. biasanya makin banyak fasilitasnya, makin besar pula biaya sekolahnya 😉 Ada yg punya kolam renang sendiri, fasilitas outbound sendiri, kelas berAC, anter-jemput, mainan yg beragam, bahkan ada yg punya program 1 laptop 1 anak dari mulai kelas 1 SD. Yah, inilah yg harus hati2, bisa jadi yg sebenernya pingin sekolah lagi itu orang tuanya ;p We all want the best for our children, but we have to ask: is it really necessary? Apa sih yg penting untuk anak? Apa yg dia butuhkan supaya bisa tumbuh & berkembang dgn baik? Nah itu balik lagi ke masing2 keluarga ya 🙂 Yah kalau nggak mampu bayar masuk sekolah yg serba ada, bisa kita coba lengkapi dari rumah atau dari sumber lain. Sekolah idaman gak ada kolam renang? Spend family weekends at the pool. Sekolah deket rumah gak ada ekskulnya? Cari tempat kursus atau sanggar di luar. Bottom line: compensate. Sekedar perbandingan aja, di kota kecil kami dulu di Jepang, daycare untuk anak itu mainannya selain dari mainan biasa, banyak yg dari recycled goods (botol plastik bekas, karton susu bekas, dkk). Yg bikin gurunya, kadang bareng2 dgn siswanya yg sudah cukup umur. Yg banyak itu buku2 bergambarnya, dinding2 daycare dihiasi dengan tempelan prakarya anak2. Setiap daycare punya halaman yg cukup luas di depan, tapi nggak dipenuhi dengan aneka wahana dari besi/plastic fiber ala St*p2. Kalaupun ada, masih menyisakan bak main pasir dan lapangan yg cukup luas untuk anak2 lari2 atau bermain yg lainnya tanpa ancaman nabrak wahana permainan. Selalu ada pohon & hijau2 yg lainnya, bahkan kalau musim semi anak2 punya tanaman bunga masing2 yg harus dirawat. Ngawasin anak2nya juga lebih mudah, anak2nya juga lebih bebas bergerak untuk menyalurkan energi mereka. Kolam renangnya built-up atau pakai yg dari plastik untuk anak2 batita/balita, hanya dibangun pas musim panas. Nggak wah banget, tapi cukup.. they’re happy & thriving there 🙂

* pendidikan & karakteristik guru: apa latar belakang pendidikan guru kelas? adakah sertifikasinya? kepribadian mereka sekilas sewaktu bertemu apakah ramah atau cuek? seberapa banyak pengalamannya, apakah banyak yg senior2 atau masih fresh graduate semua? apa ada pelatihan/pengembangan berkala untuk guru2nya? IMHO, untuk menjadi guru sebenarnya nggak cukup hanya dengan “suka anak2” saja…

* siswa & outputnya : nggak bisa dipungkiri bahwa kita hidup dalam masyarakat yg beragam keadaannya. Ada keragaman agama, suku, budaya, tingkat pendidikan, sosial-ekonomi, dll. Jadi secara riil kita akan mempertimbangkan siapa sih yg akan menjadi teman2 anak kita, bagaimanakah pergaulannya nanti? Dan seperti apakah kira2 anak kita akan menjadi, kalau lihat dari siswa2 sekolah itu yg sudah lebih tua? In reality, saya kenal orang tua yg sengaja memasukkan anaknya ke sekolah negeri yg amat biasa supaya dia terbiasa dengan teman2 yg beragam keadaan ekonominya. Ada yg sengaja masukkan ke sekolah yg “wah” (ya fasilitas, ya SPPnya) dengan konsekuensi kadang2 si anak kadang mintanya yg mahal2 dan bermerek pula, lalu keluar istilah “ngafe” dan “nge-mall”. Ada yg memilih sekolah berbasis agama tertentu, ada yg khusus mencari sekolah yg full-English, macem2 deh… nah itu tinggal pintar2 kita cari info dari teman, tetangga, forum2 atau milis2. Malu bertanya, menyesal kemudian 🙂

* Extra soal keamanan: di sini memang mungkin belum wajib untuk suatu sekolah melatih anak2nya prosedur keselamatan ketika ada bahaya. Misalnya, bahaya kebakaran, gempa, atau yg lainnya. Mari ciptakan kesadaran ini dengan menanyakan pada sekolah.. siapa tau kalau banyak yg bertanya jadi sekolah juga akan mengusahakan 🙂 Buat keluarga kami, sekolah2 yg punya child-gates (pagar pembatas), child-friendly & safe facilities, dan fire-extinguisher langsung dapet nilai plus 🙂 Trus, nggak ada salahnya kita mengenalkan prosedur keselamatan untuk anak kita pakai kata kunci “fire drill, earthquake drill, dsb”.. cari di internet aja, banyak kok sumbernya 🙂

Okaiii, segitu dulu ulasannya. Bener kan, aku cerewet? hehehe 😉 Semoga bisa bermanfaat sebagai bahan pertimbangan teman2 semua 😀

Semenjak kira2 seminggu lalu, Botchan sedang gemar main pi-doh.. apa itu pi-doh?? Pi-doh sebutan Botchan untuk play-doh. Itu lho, sejenis lilin untuk main, kalau di Jepang sejenis nendo. Terbuat dari wheat flour dengan campuran warna-warni macam2, biar aman mendingan beli yg bermerek (dijual di toko2 mainan populer) karena insyaAllah non-toxic kalau2 ditelen (at least pewarnanya juga gak nempel di tangan atau gmn) atau kalau mau rajin dan lebih hemat bisa buat sendiri dengan resep ini.

Botchan pertama kali Mama kenalin yg namanya play-doh seminggu sebelum ulang tahun ke-2, karena Mama waktu itu sekalian mau latihan buat figurine cake ultahnya Botchan pake play-doh ;p Waktu awal2, Botchan hanya mau sentuh aja dan Mama yg harus buat semuanya. Abis itu tahapannya: Botchan request apa, Mama yg harus buat. Trus pelan2 Botchan mulai niru gerakan Mama untuk menunjukkan apa yang dia mau Mama lakukan dengan play-dohnya. Nah, karena interest-nya Botchan semakin besar, jadi Mama keluarin deh semua peralatan play-doh yang Mama punya. Alhamdulillah dulu waktu jadi guru di Matsuyama sempet ngumpulin peralatan play-doh, dikit2 jadi bukit 🙂 Alhamdulillah nemu di flea market dan kadang juga dapet yg murah atau yg special item lewat Yahoo! Auction (buka kartu deh, hehehe). Dan seperti murid2 Mama dulu, Botchan juga lama2 mintanya main “pi-dohhh” terus 🙂

*as I always say, if you wanna give a little kid hours of fun, you can never go wrong with sand, water, or play-doh*

Sekarang Botchan udah mulai bentuk2 bola2-an kecil atau nyuil2 play-doh terus ditempel2in satu sama lain. Trus udah mulai ngerti konsep membuat cetakan bentuk dengan play-doh. Terus dikit2 dilatih warna, misalnya “Mau warna apa? Ini warna hi… (jau).. itu warna bi (ru)…”. Kalau ada Eyang Mami-nya, play-dohnya dicampur2 deh jadi warna-warni yg lain ;p Basically sekarang masih main2 dengan aneka cetakan play-doh (atau cetakan cookie juga bisa, asal rajin dicuci aja hehehe) dan masih nyoba bentuk2 sederhana seperti bola2, silinder, dkk. Intinya supaya Botchan belajar memanipulasi play-doh sekaligus melatih fine-motor skills-nya. (Jadi inget ex-boss ku Edna yang dulu sekali ngajarin aku soal pentingnya play-doh waktu jadi TA-nya dia.. thank you!) It’s also a good way to develop Botchan’s imagination & creativity, also language skills karena dia harus mikir setiap kali mau buat atau habis buat sesuatu, selalu ditanya sama MAma “Itu apa? Mau buat apa?” hehehe…

 

*Oh ya, on another topic, baru minggu ini Botchan mulai pakai kata2 “Boleh??” dan “Yuk!”. Kalau mau ngajak Mama ngapa2in atau mau pegang sesuatu, mulai tanya “Boleh?” while giving me the sweeeetest smile (hahaha, you’re a natural, kiddo!). Begitu pula kalau ngajak main, mulai pakai “Yuk!” sambil lari duluan masuk ke kamar main hehehe 😉

*hari ini pertama kali bilang “ngain” —> meaning “ngapain”.. nanya “Mama… ngain??”.. hehehe..

*selain kata2 tadi, Botchan sampai sekarang masih dilatih bilang “makasih” dan “sama2”, walaupun dia belum ngerti kapan pakai “sama2”-nya ;D Still in process juga kata2 “tolong” dan “maaf”.. though kata “maaf” belum bisa karena kalau buat salah pasti Botchan diem aja.. hehehe…

Botchan’s Days

May 2024
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  

Botchan’s story